SHALAT
Mata Kuliah: Media
Pembelajaran
Dosen Mata kuliah :Dr. Siti Zulaikha, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Laeli Lutfiyani
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
AGAMAISLAM
UNIVERSITAS
IBN KHALDUN BOGOR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat dan karunia Nya, saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
makalah ini tentang Sholat sebagai salah satu tuga Mata Kuliah Agama Islam.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Dosen dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan serta memberikan petunjuk dalam
menyelesaikan makalah ini. saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun.
Bogor, 30 Mei 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sudah kita ketahui Bersama bahwa Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat
manusia terhadap tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan
dan kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat nanti. Bentuk dan jenis Ibadah sangat
bermacam-macam, seperti Shalat, puasa, naik haji, membaca Al Qur’an, jihad dan
lainnya.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum
muslimin yang sudah baligh berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang
mukmin dalam keadaan bagaimanapun.
Sahlat merupkan rukun Islam yang kedua setelah syahadat.
Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga
barang siapa yang mendirikan shalat, maka dia telah mendirikan agama, dan
barang siapa yang meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam)
Shalat yang wajib harus didirikan dalam sehari semalam
sebanyak lima kali, berjumlah 17 raka’at. Shalat tersebut wajib dilaksanakan
oleh muslim baligh tanpa terkecuali baik dalam keadaan sehat mapun sakit, dalam
keadaan susah maupun senang, lapang ataupun sempit.Selain shalat wajib yang
lima ada juga shalat sunat.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa saja dalil-dalil yang mewajibkan
shalat?
2. Apa syarat-syarat shalat?
3. Apa rukun shalat?
4. Hal-hal apa saja yang membatalkan
shalat?
5. Apa saja sunnah dalam melakukan
shalat?
6. Bagaimana perbedaan laki-laki dan
perempuan dalam shalat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dalil-dalil yang
mewajibkan shalat.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat
shalat.
3. Untuk mengetahui rukun shalat.
4. Untuk mengetahui hal-hal yang
membatalkan shalat.
5. Untuk mengetahui sunnah dalam
melakukan shalat.
6. Untuk mengetahui perbedaan laki-laki
dan perempuan dalam shalat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Shalat
Secara etimologi shalat berarti do’a
dan secara terminology (istilah), para ahli Fiqih mengartikan secara lahir dan
hakiki.
Secara lahiriah Shalat berarti
‘Beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan
salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang
telah ditentukan’(Sidi Gazalba: 88).
Secara hakiki Shalat ialah
‘Berhadapan hati, jiwa dan raga kepada Allah,secara yang mendatangkan rasa
takut kepada-Nya atau mendhairkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang
kita sembah dengan perkataan dan perbuatan’ (Hasbi Asy-syidiqi: 59)
Dalam pengertian lain Shalat ialah
salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah
yang didalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan
perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, serta sesuai
dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Basyahri Assayuthi:
30).
Dari beberapa pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa Shalat adalah Suatu ibadah kepada Tuhan, berupa
perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam
menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ berupa penyerahan diri
secara lahir batin kepada Allah dalam rangkah ibadah dan memohon ridho-Nya.
Menurut A. Hasan (1991)
Baqha (1984), Muhammad bin Qasim As-Syafi’i (1982) dan Rasyid (1976) shalat
menurut bahasa Arab berarti berdo’a. ditambahakan oleh
Ash-Shiddiqy (1983) bahwa perkataan shalat dalam bahasa Arab berarti
do’a memohon kebajikan dan pujian. Sedangkan secara hakekat mengandung
pengertian “berhadap (jiwa) kepada Allah dan mendatangkan takut kepadanya,
serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan, kebesaran-Nya dan kesempurnaan
kekuasaannya.
Solat yang berarti do’a terlihat dari firman Allah dalam
Surah At-Taubah ayat 103:
“dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka”
Secara dimensi Fiqh shalat adalah
beberapa ucapan atau rangkaian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dengannya kita beribadah kepada
Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah di tentukan oleh Agama.
B. Dalil-dalil
yang Mewajibkan Shalat
Solat merupakan salah satu kewajiban
yang menduduki kedua setelah syahadat dalam rukun islam. Sehingga di dalam
Al-Qur’an dan hadits banyak sekali dijelaskan mengenai kewajiban untuk
mengerjakan solat. Diantara dalil Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai kewaiban
salat adalah:
Firman Allah
dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:
“Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”
Firman-Nya
yang lain dalam surah An-Nisa ayat 103:
“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila
kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yang beriman.”
Sedangkan hadits-hadits
yang menjelakan tentang kewajiban solat antara lain adalah:
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda, “Islam itu terdiri atas lima rukun. Mengakui bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammat itu adalah utusan
Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, hajji ke Baitullah dan puasa
Ramadlan. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 333]
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “(Yang
membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat”. [HR.
Jama’ah, kecuali Bukhari dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 340]
Dari Buraidah RA, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa
meninggalkannya, maka sungguh ia telah kufur”. [HR. Khamsah, dalam Nailul
Authar juz 1, hal. 343]
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung
datang kepada Rasulullah SAW dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya,
“Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari
shalat ?”. Beliau bersabda, “Shalat-shalat yang lima, kecuali kamu mau
melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah
wajibkan kepadaku dari puasa ?”. Beliau SAW bersabda, “Puasalah bulan Ramadlan,
kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi, “Beritahukanlah
kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari zakat ?’. Thalhah berkata :
Lalu Rasulullah SAW memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam
seluruhnya. Lalu orang Arab gunung itu berkata, “Demi Allah yang telah
memuliakan engkau, saya tidak akan menambah sesuatu dan tidak akan mengurangi
sedikitpun dari apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada saya”. Lalu
Rasulullah SAW bersabda, “Pasti ia akan bahagia, jika benar. Atau pasti ia akan
masuk surga jika benar (ucapannya)”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam
Nailul Authar juz 1, hal. 335]
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu
pada Nabi SAW pada malam Isra’, lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga
menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya tidak
diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya lima kali itu sama
dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi menshahihkannya,
dalam Nailul Authar juz 1, hal. 334]
Dari ‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh
telah difardlukan shalat itu dua rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka
tatkala Rasulullah SAW tiba di Madinah (Allah) menambah pada masing-masing dua
rekaat itu dengan dua rekaat (lagi), kecuali shalat Maghrib, karena
sesungguhnya shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat Fajar (Shubuh),
karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah Rasulullah SAW
apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada awalnya (dua
rekaat)”. [HR. Ahmad 6 : 241
C. Syarat-Syarat
Shalat
Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam,
pertamasyarat wajib, dan yang ke dua syarat sah. Syarat wajib adalah
sayarat yang menyebabkan seseorang wajib melaksanakan shalat. Sedangkan syarat
sah adalah syarat yang menjadikan shalat seseorang diterima secara syara’ di
samping adanya kriteria lain seperti rukun.
Syarat wajib
salat adalah sebagai berikut:
1. Islam,
shalat diwajibkan terhadap orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dan
tidak diwajibkan bagi orang kafir atau nin muslim. Orang kafir tidak dituntut
untuk melaksanakan shalat, namun mereka tetap menerima hukuman di akhirat.
Walaupun demikian orang kafir apabila masuk Islam tidak diwajibkan membayar
shalat yang ditinggalkannya selama kafir, demikian menurut kesepakatannya para
ulama. Allah SWT berfirman: Katakanlah kepada orang-orang yang kafir
itu[609]: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan
mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu. (QS 8:38)
Dari Amr bin
Ash bahwa Nabi SAW bersabda: islam memutuskan apa yang sebelumnya (sebelum
masuk islam). HR Ahmad, Al-Thabrani dan Al-baihaqi).
2. Baligh,
anak-anak kecil tidak dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda Nabi SAW,
yang artinya:
Dari Ali
r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa) dalam tiga
perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh, orang tidur
sampai ia bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR Ahmad, Abu Daud dan
Al-Hakim).
3. Berakal.
Orang gila, orang kurang akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti penyakit
sawan (ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan shalat, karena akal merupakan
prinsip dalam menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut
pendapat jumhur ulama alasannya adalah hadits yang diterima dari Ali r.a. yang
artinya:
“dan dari
orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”
Namun
demikian menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadha-nya apabila sudah
senbuh. Akan tetapi golongan Hanabilah berpendapat, bagi orang yang tertutup
akalnya karena sakit atau sawan (ayan) wajib mneg-qadha shalat. Hal ini
diqiyaskan kepada puasa, Karena puasa tidak gugur disebabkan penyakit tersebut.
1. 4. Suci
dari hadats
2. 5. Suci
seluruh anggota badan pakaian dan tempat
3. Menutup aurat
4. Masuk waktu yang telah ditentukan
5. Menghadap kiblat
6. Mengetahui mana rukun wajib dan
sunah.
Adapun
syarat sah sholat adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui masuk waktu. Shalat tidak
sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau
dengan persangkaan yang berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia
shalat dalam waktunya. Demikian juga dengan orang yang ragu, shalatnya tidak
sah. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman”.(QS. An-Nisa:103).
2) Suci dari hadas kecil dan hadas
besar. Penyucian hadas kecil dengan wudu’ dan penyucian hadas besar dengan
mandi. Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya:
“Dari Umar r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat
seseorang yang tidak suci. (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari).
“Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima
shalat seorang kamu apabila berhadas hingga dia bersuci. (HR.
Bukhari dan Muslim).
3) Suci badan, pakaian dan tempat dari
na’jis hakiki. Untuk keabsahan shalat disyariatkan suci badan, pakaian dan
tempat dari na’is yang tidak dimaafkan, demikian menurut pendapat jumhur ulama
tetapi menurut pendapat yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunnah
muakkad.
4) Menutup aurat. Seseorang yang shalat
disyaratkan menutup aurat, baik sendiri dalamkeadaan terang maupun sendiri
dalam gelap. Allah SWt berfirman: “pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid”(QS. 4:31).
5) Menghadap kiblat. Ulama sepakat bahwa
syarat sah shalat. Allah SWT berfirman:
“Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah
wajahmu ke arahnya. (QS. 2:150)
6) Mengahadap kiblat dikecualikan bagi
orang yag melaksanakan sholat Al-khauf dan sholat
sunat diatas kendaraan bagi orang musafir dalam perjalanan. Golongan Malikiyah
mengaitkan dengan situasi aman dari musuh, binatang buas dan ada kesanggupan.
Oleh karena itu tudak wajib mengahadao kiblat apabila ketakutan atau tidak
sanggup (lemah) setiap orang sakit.
Ulama sepakat bagi orang yang menyaksikan ka’bah wajib menghadap ke
ka’bah sendir secara tepat. Akan tetapi bagi orang yang tidak menyaksikannya,
karena jauh di luar kota makkah, hanya wajib menghadapakan muka kea arah
ka’bah, demikian pendapat junhur ulama. Sedangkan Imam Syafi’I Berendapat mesti
menghadapkan muka ke ka’bah itu sendiri sebagaimana halnya orang yang berada di
kota mekah. Caranya mesti di niatkan dalam hati bahwa menghadap itu tepat
pada ka’bah.
Niat. Golongan hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat sah
shalat, demikian juga pendapat yang lebih kuat dari kalangan Malikiyah.
D. Cara
Mengerjakan Shalat
Menurut
golongan Malikiyah cara-cara /rukun-rukun mengerjakan sholat adalah sebagai
berikut:
1) Niat
2) Takbirtul Ihram
3) Berdiri waktu takbiratul ihram
4) Membaca al-fatihah dalam shalat
berjama’ah dan salat sendirian
5) Berdiri waktu membaca al-fatihah
6) Ruku’
7) Bangkit dari ruku’
8) Sujud
9) Duduk antara dua sujud
10) Mengucapkan salam
11) Duduk di waktu mengucapkan salam
12) Tumaninah pada seluruh rukun
13) I’tidal sesudah ruku’ dan sujud.
E. Rukun
Shalat
a. Niat
b. Takbiratul ihram
c. Berdiri tegak, bagi yang kuasa ketika
shalat fardhu. Boleh duduk,atau berbareng bagi yang sedang sakit.
d. Membaca surat Al-Fatihah pada
tiap-tiap raka’at
e. Ruku’ dengan tumakninah
f.
I’tidal
dengan tumakninah
g. Sujud dua kali dengan tumakninah
h. Duduk antara dua sujud dengan
tumakninah
i.
Duduk
tasyahud akkhir dengan tumakninah
j.
Membaca
tasyahud akhir
k. Membaca shalawat nabi pada tasyahud
akhir
l.
Membaca
salam yang pertama
m. Tertib; (Berurutan sesuai
rukun-rukunnya)
F. Hal-hal
yang Membatalkan Shalat
Shalat akan
batal atau tidak sah apabila salah satu rukunnya tidak dilaksanakan atau
ditinggalkan dengan sengaja.
Adapun
hal-hal yang dapat membatalkan shalat adalah sebagai berikut :
a. Berhadats
b. Terkena Najis yang tidak dimaafkan
c. Berkata-kata dengan sengaja di;luar
bacaan shalat
d. Terbuka auratnya
e. Mengubah niat, missal ingin
memutuskan shalat (niat berhenti shalat)
f.
Makan
atau /minum.walau sedikit
g. Bergerak tiga kali berturut-turut,
diluar gerakan shalat
h. Membelakangi kiblat
i.
Menambah
rukun yang berupa perbuatan, seperti menambah ruku’sujud atau lainnya dengan
sengaja
j.
Tertawa
terbahak-bahak
k. Mendahului Imam dua rukun.
l.
Murtad,
keluar dari Islam.
G. Sunnah
dalam Melakukan Shalat
Waktu
mengerjakan shalat ada ,dua sunah, yaitu sunah Ab’adh dan sunah Hai’at.
a. Sunah
Ab’adh
§ Membaca tasyahud awal
§ Membaca shalawat pada tasyahud awal
§ Membaca shalawat atas keluarga Nabi
SAW pada tasyahud akhir
§ Membaca Qunut pada shalat Subuh dan
shalat witir.
b. Sunah
Hai’at
o
Mengangkat
keduabelah tangan ketika takbiratul ikhram,ketika akan ruku’ dan ketika berdiri
dari ruku’.
o
Meletakan
telapak tangan yang kanan diatas pergelangan tangan kiri ketika sedekap,
o
Membaca
do’a Iftitah sehabis takbiratul ikhram.
o
Membaca
Ta’awwudz ketika hendak membaca fatihah,
o
Membaca
Amiin ketika sesudah membaca Fatihah,
o
Membaca
surat Al-Qor’an pada dua raka’t permulaan sehabis membaca Fatihah,
o
Mengeraskan
bacaan Fatihah dan surat pada raka’at pertama dan kedua, pada shalat magrib,
isya’ dan subuh selain makmum.
o
Membaca
Takbir ketika gerakan naik turun,
o
Membaca
tasbih ketika ruku’ dan sujud.
o
Membaca
“sami’allaahu liman hamidah” ketika bangkit dari ruku’ dan membaca “Rabbanaa
lakal Hamdu” ketika I’tidal,
o
Meletakan
kedua telapak tangan diatas paha ketika duduk tasyahud awal dan tasyahud
akhir,dengan membentangkan yang kiri dan mengenggamkan yang kanan, kecuali jari
telunjuk.
o
Duduk
Iftirasy dalam semua duduk shalat,
o
Duduk
Tawarruk pada duduk tasyahud akhir
o
Membaca
salam yang kedua.
o
Memalingkan
muka ke kanan dan ;kekiri ketika membaca salam pertama dan kedua
Makruh Shalat
Orang yang
sedang shalat dimakruhkan :
1. Menaruh telapak tangan di dalam
lengan bajunya ketika Takbiratul ikhram, ruku’ dan sujud.
2. Menutup mulutnya rapat rapat.
3. Terbuka kepalanya,
4. Bertolak pinggang,
5. Memalingkan muka ke kiri dan ke
kanan.
6. Memejamkan mata,
7. Menengadah ke langit,
8. Menahan hadats
9. Berludah,
10. Mengerjakan shalat di atas kuburan,
11. Melakukan hal-hal yang mengurangi
kekhusukan shalat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat
merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk menghadap Tuhan, dengan
perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syarat.
Shalat merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang mukallaf tanpa kecuali.
Shalat
Merupakan Syarat Menjadi Taqwa. Taqwa merupakan hal yang penting dalam Islam
karena dapat menentukan amal / tingkah laku manusia, orang – orang yang betul –
betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan keji dan munkar, dan
sebaliknya. Salah satu persyaratan orang – orang yang betul betul taqwa ialah
diantaranya mendirikan shalat sebagimana firman Allah SWT dalam surat Al
Baqarah.
Shalat
merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat dapat mencegah perbuatan
keji dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang maka semakin efektiflah
benteng kemampuan untuk memelihara dirinya dari perbuatan makasiat.
Shalat dapat
mencegah perbuatan keji dan munkar apabila dilaksanakan dengan khusu tidak akan
ditemukan mereka yang melakukan shalat dengan khusu berbuat zina. Maksiat,
merampok dan sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada
yang melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya
perlu dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut: 45.
Shalat
Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur Dengan mendirikan shalat, maka banyak hal
yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan baik apabila dilaksanakan dengan
khusus.
Shalat Akan
membangun etos kerja Sebagaimana keterangan – keterangan di atas bahwa pada
intinya shalat merupakan penentu apakah orang – orang itu baik atau buruk, baik
dalam perbuatan sehari – hari maupun ditempat mereka bekerja
Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur dalam melaksanakan tugas
Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur dalam melaksanakan tugas
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S.A.
Zainal, Kunci Ibadah, (Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang, 2001)
Hamid ,Abdul.
Beni HMd Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).
Al-Qor’an
dan terjemahannya
Asas Agama
Islam, Bulan Bintang, 1976
Bimbingan
Shalat lengkap,Mitra Umat,1998
Mimbar
Utama, Edisi September 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar