PELAKSANAAN PEMBUATAN MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TENTANG PUASA
Mata Kuliah: Media
Pembelajaran
Dosen Mata kuliah : Dr. Siti Zulaikha, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Laeli Lutfiyani
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
AGAMAISLAM
UNIVERSITAS
IBN KHALDUN BOGOR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Puasa adalah rukun Islam yang ketiga. Karena
itu setiap orang yang beriman, setiap orang islam yang mukallaf wajib
melaksanakannya. Melaksanakan ibadah puasa ini selain untuk mematuhi perintah
Allah adalah juga untuk menjadi tangga ke tingkat takwa, karena takwalah dasar
keheningan jiwa dan keluruhan budi dan akhlak.
Untuk ini semua, perlu diketahui segala
sesuatu yang berkenaan dengan puasa, dari dasar hukum, syarat-syarat, rukun
puasanya dan lain sebagainya.
Makalah ini kami sajikan sebagai suatu
sumbangan kecil kepada para pembaca untuk maksud tersebut di atas dengan
harafan ada faedahnya.
Tegur sapa, kritik dan saran dalam usaha
menyempurnakan makalah ini kami ucapkan terima kasih. Semoga Allah Swt.
mengiringi kita semua dengan taufik dan hidayah-Nya. Aamiin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa dasar hukum
pelaksanaan puasa?
2. Apa saja syarat dan
rukunnya?
3. Apa saja hal-hal yang
sunnah dalam berpuasa?
4. Apa saja yang
membatalkannya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa
Puasa adalah terjemahan dari Ash-Shiyam.
Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak
terbatas. Arti ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Maryam ayat 26:
إِنِّي نَذَرْتُ
لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
“Saumu” (puasa),
menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum,
nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut
istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu
hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan
beberapa syarat.”[2]
Menahan
diri dari berbicara dahulu disyariatkan dalam agama Bani Israil. Menurut Syara’
(istilah agama Islam) arti puasa adalah sebagaimana tersebut dalam kitab
Subulus Salam. Yaitu :
اَلْإِمْسَاكُ عَنِ
اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ٬ فيِ
النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ ذلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ
الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ
فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ۰
“Menahan diri dari makan, minum, jima’ (hubungan seksual) dan
lain-lain yang diperintahkan sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan
disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan
pada waktu-waktu tertentu dan menurut syarat-syarat yang ditetapkan.[3]
B. Dasar hukum
pelaksanaannya
Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun
Islam yang diwajibkan kepada tiap mukmin. Sebagai dalil atau dasar yang
menyatakan bahwa puasa Ramadhan itu ibadat yang diwajibkan Allah kepada tiap
mukmin, umat Muhammad Saw., ialah:
a. Firman
Allah Swt., :
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَي الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُوْنَ۰
Artinya : Wahai mereka yang beriman, diwajibkan kepadamu
berpuasa (Ramadhan) sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum
kamu, agar kamu bertaqwa. (QS.
Al-Baqarah-183).
b. Sabda
Nabi Saw., :
بُنِيَ اْلإِسْلَامُ
عَلَي خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لآاِلهَ اِلَّا اللهُ٬ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ
اللهِ٬ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ٬ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ٬ وَصَوْمِ رَمَضَانَ٬
وَحَجِّ الْبَيْتِ۰
“Didirikan Islam atas lima sendi: mengakui bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan dan
naik haji ke Baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).[4]
Berdasarkan
ketetapan Alquran, ketetapan hadis tersebut, puasa diwajibkan atas umat Islam
sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu menerangkan bahwa
orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib
dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah
satu rukun Islam yang lima, karena itu puasa di bulan Ramadhan
adalah wajib dikerjakan.
Yang
diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang beriman (muslim) baik laki-laki
maupun perempuan (untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal, baligh
(dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Orang yang tidak beriman ada pula yang
mengerjakan puasa sekarang dalam rangka terapi pengobatan. Meskipun mereka
tidak beriman namun mereka mendapat manfaat juga dari puasanya yaitu manfaat
jasmaniah.
Kecuali itu dalam ilmu kesehatan ada orang
yang berpuasa untuk kesehatan. Walaupun orang ini berpuasa sesuai dengan
ketentuan-ketentuan ajaran Islam, namun mereka puasanya tanpa niat ibadah
kepada Allah yaitu dengan niat berpuasa esok hari karena Allah dan mengharapkan
ridho-Nya, maka puasanya adalah puasa sekuler. Orang ini mendapat manfaat jasmaniah, tetapi
tidak mendapat manfaat rohaniah.[5]
C. Memulai Puasa Bulan
Ramadhan
Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau
30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit pagi hingga terbenam
matahari.[6]
Puasa Ramadhan dimulai dengan salah satu sebab
sebagai berikut :
1. Melihat
bulan Ramadhan setelah terbenam matahari pada tanggal 29 (akhir)
Sya’ban.
2. Penetapan
Hakim Syar’i akan awal bulan Ramadhan berdasarkan keterangan saksi,
sekurang-kurangnya seorang laki-laki, bahwa ia melihat bulan.
3. Penetapan
awal bulan Ramadhan dengan perhitungan ahli hisab (perhitungan) ; a. Apabila
bulan tidak terlihat, maka bulan Sya’ban disempurnakan 30 hari. ; b. Keterangan
orang yang dapat dipercaya kebenarannya oleh penerima berita, bahwa ia melihat
bulan Ramadhan.
4. Dengan
hisab sebagaimana firman Allah. Swt. :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ
نُوْرًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ٬
مَاخَلَقَ اللهُ ذلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ٬ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ
يَعْلَمُوْنَ۰
Artinya: “Allah yang telah menjadikan matahari bersinar
dan bulan bercahaya serta diaturnya tempat perjalanan, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan hitungan (hisabnya). Tuhan tidak menjadikan semuanya itu
kecuali dengan pasti. Tuhan menerangkan segalanya (tandaan) dengan
ayat-ayat-Nya bagi semua orang yang berpengatahuan. (QS. Yunus-5).
Sabda Rasulullah Saw. :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ
فَصُوْمُوْا٬ إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَافْطِرُوْا۰ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ
فَاقْدُرُوْا لَهُ.
Artinya: “Dari
‘Umar ra., Rasulullah Saw., bersabda : Apabila kamu melihat bulan Ramadhan,
hendaklah berpuasa dan apabila kamu melihat bulan Syawal hendaklah kamu
berbuka. Maka jika tidak tampak olehmu, maka hendaklah kamu perhitungkanlah
jumlahnya hari dalam satu bulan”. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah).[7]
D. Syarat Puasa
1. Syarat-syarat
wajib berpuasa
a. Islam
b. Baligh
dan berakal ; anak-anak belumlah diwajibkan berpuasa ; tetapi apabila kuat
mengerjakannya, boleh diajak berpuasa sebagai latihan.
c. Suci
dari haid dan nifas (ini tertentu bagi wanita)
d. Kuasa
(ada kekuatan). Kuasa disini artinya, tidak sakit dan bukan yang sudah tua.
Orang sakit dan orang tua, mereka ini boleh tidak berpuasa, tetapi wajib
membayar fidyah.
2. Syarat-syarat
sahnya puasa
a. Islam.
b. Tamyiz.
c. Suci
dari haid dan nifas. Wanita yang sedang haid dan nifas tidak sah jika mereka
berpuasa, tetapi wajib qadha pada waktu lain, sebanyak bilangan hari yang ia
tinggalkan.
d. Tidak di
dalam hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, yaitu diluar bulan Ramadhan[8] ; seperti puasa pada hari Raya Idul
Fitri ( 1 Syawal), Idul Adha (10 Zulhijjah), tiga hari tasyrik, yakni hari 11,
12 dan 13 Zulhijjah, hari syak, yakni hari 30 Sya’ban yang tidak terlihat bulan
(hilal) pada malamnya.
E. Rukun Puasa
1. Niat ;
yaitu menyengaja puasa Ramadhan, setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar
shadiq. Artinya pada malam harinya, dalam hati telah tergerak (berniat), bahwa
besok harinya akan mengerjakan puasa wajib Ramadhan. Adapun puasa sunnat, boleh
niatnya dilakukan pada pagi harinya.
2. Meninggalkan
segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Berdasarkan Firman Allah Ta’ala :
فَالْئنَ
بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا
حَتَّي يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ
الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوْا الصِّيَامَ إِلَي الَّيْل۰
Artinya: “Maka sekarang, bolehlah kamu mencampuri mereka
dan hendaklah kamu mengusahakan apa yang diwajibkan Allah atasmu, dan
makan-minumlah hingga nyata garis putih dan garis hitam berupa fajar, kemudian
sempurnakanlah puasa sampai malam.
Yang
dimaksud dengan garis putih dan garis hitam ialah terangnya siang dan gelapnya
malam. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa ‘Adi
bin Hatim bercerita : “Tatkala turun ayat yang artinya : “hingga nyata benang
putih dari benang hitam berupa fajar” saya ambillah seutas tali hitam dan
seutas tali putih, lalu saya taruh dibawah bantal dan saya amat-amati di waktu
malam dan ternyata tidak dapat saya bedakan. Maka pagi-pagi saya datang menemui
Rasulullah Saw dan saya ceritakan padanya hal itu. Sabda Nabi Saw :
إِنَّمَا ذلِكَ سَوَادُ
اللَّيْلِ وَبَيَاضُ النَّهَارِ
Artinya: “Maksudnya ialah gelapnya malam dan terangnya
siang”.[9]
F. Yang
membatalkan puasa
1. Memasukkan
sesuatu kedalam lobang rongga badan dengan sengaja, seperti makan, minum,
merokok, memasukkan benda ke dalam telinga atau ke dalam hidung hingga melewati
pangkal hidungnya. Tetapi jika karena lupa, tiadalah yang demikian itu
membatalkan puasa. Suntik di lengan, di paha, di punggung atau lainnya yang
serupa, tidak membatalkannya, karena di paha atau punggung bukan berarti
melalui lobang rongga badan.
2. Muntah
dengan sengaja; muntah tidak dengan sengaja tidak membatalkannya.
3. Haid dan
nifas; wanita yang haid dan nifas haram mengerjakan puasa, tetapi wajib
mengqodha sebanyak hari yang ditinggalkan waktu haid dan nifas.
4. Jima’
pada siang hari.
5. Gila
walaupun sebentar.
6. Mabuk
atau pingsan sepanjang hari.
7. Murtad,
yakni keluar dari agama Islam.[10]
Perlu diterangkan disini tentang sangsi orang
yang jima’ (bercampur) pada siang hari di bulan Ramadhan; Orang yang berjima’
(melakukan hubungan kelamin) pada siang hari bulan Ramadhan, puasanya batal.
Selain itu ia wajib membayar denda atau kifarat, sebagaimana dinyatakan oleh
Rasulullah Saw. :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا وَقَعَ بِامْرَأَتِهِ فِي رَمَضَانَ
فَاسْتَفْتَي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذلِكَ٬
فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً ؟ قَالَ: لَا. وَهَلْ تَسْتَطِيْعُ
صِيَامَ شَهْرَيْنِ ؟ قَالَ: لَا. فَأَطْعِمْ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا.
(رواه مسلم).
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya seorang
laki-laki pernah bercampur dengan istrinya siang hari pada bulan Ramadhan, lalu
ia minta fatwa kepada Nabi Saw. : “Adakah engkau mempunyai budak ?.
(dimerdekakan). Ia menjwab : Tidak. Nabi berkata lagi : “Kuatkah engkau puasa dua
bulan berturut-turut ?”. Ia menjawab : Tidak. Sabda Nabi lagi : “Kalau engkau
tidak berpuasa, maka berilah makan orang-orang miskin sebanyak enam puluh
orang”. (HR.Muslim). [11]
G. Hal-hal sunnat
dalam berpuasa
1. Menyegrakan
berbuka puasa apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah terbenam.
2. Berbuka
dengan kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air.
3. Berdoa
sewaktu berbuka puasa.
4. Makan
sahur sesudah tengah malam, dengan maksud supaya menambah kekuatan ketika
puasa.
5. Menta’khirkan
makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar.
6. Memberi
makanan untuk berbuka kepada orang yang puasa.
7. Hendaklah
memperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa.
8. Memperbanyak
membaca Alquran dan mempelajarinya (belajar atau mengajar) karena mengikuti
perbuatan Rasulullah Saw.[12]
H. Puasa sunnat dan
macam-macamnya.
Puasa sunnat adalah puasa yang disunnatkan
kita melakukannya. Di antara puasa-puasa sunnat ini ialah :
1. Berpuasa
sehari dan berbuka sehari (puasa Nabi Daud)
2. Puasa
enam di bulan Syawal.
3. Puasa
hari Arafah (tanggal 9 bulan haji), kecuali orang yang sedang mengerjakan
ibadah haji, maka puasa ini tidak disunnatkan atasnya.
4. Puasa
hari Asyura (hari yang kesepuluh dari bulan Muharram).
5. Puasa
hari senin dan kamis.
6. Puasa
tiga hari pada tiap bulan ; dalam hubungan ini berpuasa pada tanggal 13, 14 dan
15 tiap bulan berpuasa pada hari putih.
7. Puasa
Sya’ban.[13]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Puasa adalah terjemahan dari Ash Shiyam.
Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak
terbatas. “Saumu”(puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari
segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak
bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan
diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit
fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
Berdasarkan ketetapan Alquran surat Al-Baqarah
ayat 183 dan ketetapan hadis yang telah disebutkan diatas, puasa diwajibkan
atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu
menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu
bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan
bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu
puasa di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang
beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci dari
haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan
sanggup berpuasa.
Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau
30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit pagi hingga terbenam
matahari.
DAFTAR PUSTAKA
Bahreisj, Hussein.,
1980. Pedoman Fiqih Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Latif, M. Djamil.,
2001. Puasa dan Ibadah Bulan Ramadhan. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Rifa’i, Moh.,
1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra.
Rasjid, Sulaiman.,
2012. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sabiq, Sayyid., 1993. Fikih Sunnah 3. Bandung:
Al-Ma’arif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar